Senin, 20 Desember 2010

Kelulusan UN 2011 = Raport + UN

JOMBANG – Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) Mohammad Nuh menyatakan, pemerintah akan memasukkan nilai rapor sebagai salah satu komponen perhitungan kelulusan siswa.

Kebijakan ini akan dimasukkan dalam draf Ujian Nasional (UN) baru yang sedang disusun pemerintah. “Kalau sebelumnya UN menjadi satu-satunya syarat kelulusan, tahun depan tidak. Hasil ujian kelas juga dipakai untuk mengukur kelulusan,” tegas Nuh di Jombang, Selasa, 7 Desember, kemarin.
Mendiknas mengingatkan, falsafah UN ke depan adalah komprehensif plus dan kontinuitas. Komprehensif merupakan sistem yang menentukan kelulusan siswa. Kemendiknas, ujarnya, akan merangkul seluruh kompetensi dan prestasi siswa yang diajarkan di sekolah seperti afektif, kognitif, dan psikomotorik mulai dari kelas satu hingga tiga untuk tingkat SMP dan SMA. “Adapun kontinuitas berarti memperhatikan hasil ujian dari jenjang di bawahnya karena jenjang itu berkaitan,” jelasnya.

Karena itu, menurut Nuh, Kemendiknas akan mendesain ulang UN untuk tahun depan. Jika sebelumnya hanya mata pelajaran yang diujikan di UN yang menjadi prasyarat kelulusan, dalam sistem yang baru itu diusulkan seluruh mata pelajaran juga turut menjadi pertimbangan. Mendiknas mencontohkan, dalam menentukan kelulusan siswa, rata-rata sekolah yang status akreditasinya A, B hingga C memberi nilai tujuh dan delapan kepada siswanya. Tidak pernah ada sekolah yang memberi nilai lima dan enam. ”Kalau seperti itu, bagaimana cara membedakan siswa baik dan tidak? Susah,” paparnya.

Karena itu, dalam penentuan kelulusan, Kemendiknas akan menggabungkan antara prestasi selama siswa belajar dengan mata pelajaran yang diujikan di UN. Prestasi siswa dan hasil UN akan digabung, kemudian masing-masing diberi bobot nilai. Persentase nilai dari dua instrumen itulah yang akan dijadikan tolok ukur kelulusan. Sekolah nanti juga akan dilibatkan dengan cara koordinasi mengenai penilaian siswa. “13 Desember, Kemendiknas akan bertemu dengan DPR untuk menyampaikan draf tentang UN yang baru yang menggunakan sistem komprehensif dan kontinuitas,” ungkapnya.

DPR Syaratkan Empat Poin
Ketua Panitia Kerja (Panja) UN DPR Rully Chairul Azwar menyatakan, pekan ini masih akan digelar rapat dengar pendapat dengan Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Kemendiknas. Jika pekan ini tidak ada formulasi baru UN dari Balitbang Kemendiknas, DPR akan membatalkan UN. Rully juga menyatakan, Panja UN DPR meminta formula UN baru yang diajukan nantinya dapat mengubah substansi UN yang saat ini menjadi hak veto. Revisi juga harus memastikan bahwa UN tidak boleh melanggar UU Sisdiknas. “UN harus meningkatkan mutu pendidikan. Kalau yang terjadi saat ini, UN merusak sistem dan mutu pendidikan,” tandasnya.

Panja juga menyatakan ada empat persyaratan yang harus dipenuhi oleh formula baru UN tersebut, yakni dilarang memiliki hak veto atas kelulusan, sesuai dengan peraturan perundangan, harus meningkatkan mutu pendidikan, dan tidak timbul kecurangan.

Sependapat dengan Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI), politikus Partai Golongan Karya (Golkar) itu juga menyatakan sistem Evaluasi Belajar Tahap Nasional (Ebtanas) lebih baik daripada UN. Rully berpendapat, Ebtanas selain tidak memegang hak veto, juga memberikan tanggung jawab kepada sekolah untuk menjadi penentu kelulusan siswa. “Siswa saat ini terlalu percaya dengan bimbingan belajar karena memberikan kisi-kisi. Sementara guru juga memberikan contekan. Ini sangat buruk bagi mental siswa,” tegasnya.

Sebelumnya, PGRI menyatakan, telah mengusulkan agar Kemendiknas menerapkan kembali sistem Ebtanas sebagai pengganti UN. Ketua Umum PGRI Sulistyo mengatakan, Ebtanas memakai penilaian total, yakni tidak hanya dari ujian akhir, tapi juga dari nilai rapor semenjak siswa tersebut kelas satu hingga kelas tiga. Selain ujian tertulis, juga ada ujian praktik yang wajib diikuti siswa. Dengan sistem ini, akan muncul jiwa persaingan yang sehat, bertanggung jawab, dan sportif. Sistem Ebtanas, jelasnya, juga berbeda dengan UN yang tidak menjadi satu-satunya penentu kelulusan. “Kami sudah menyampaikan sikap dan ingin pemerintah menanggapinya,” tegas Sulistyo kepada SINDO kemarin.

Sulistyo juga menyatakan, UN harus dihapus karena penentu kelulusan ditentukan oleh pemerintah. Seharusnya, yang menentukan kelulusan peserta didik adalah internal sekolah yang menjadi lembaga pendidik siswa dan bukan pemerintah yang tidak dekat dengan sistem pendidikan di kelas tersebut.

Meski Ebtanas juga berpotensi kecurangan, yakni manipulasi nilai di rapor, masih ada penilaian di ujian akhir. Menurut Sulistyo, ada keadilan di Ebtanas karena siswa tidak akan gagal di UN. Siswa, jelasnya, bisa dibantu dari nilai praktik. Selain itu, Ebtanas dapat meminimalkan stres di kalangan siswa karena beban ujian terbagi antara ujian akhir dan ujian di sekolahnya. “Ebtanas menghargai pendidikan selama tiga tahun yang dialami siswa,” paparnya.

PGRI juga menyesalkan keberadaan UN yang menjadi penentu siswa untuk menempuh pendidikan ke jenjang berikutnya. “Ini melanggar Undang-Undang Sisdiknas,” tegasnya. Selain pernyataan sikap menolak UN, lanjutnya, PGRI akan menentukan sikap untuk mogok mengajar ataupun sikap tegas lain pada Januari nanti. PGRI juga menjanjikan adanya tinjauan akademik pengganti UN kepada pemerintah meskipun pemerintah bersikeras ingin tetap mempertahankan UN. (tritus julan/neneng zubaidah/sindo) (rfa)(//rhs)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar